Merekrut tenaga tingkat manajerial merupakan
aktivitas yang tidak murah. Tak jarang perusahaan harus menggunakan konsultan
tenaga kerja dari luar untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pegawai
yang cocok. Cara yang lebih jitu lagi meojaring calon yang tepat adalah secara
aktif mencari di dalam kalangan industri dan bila perlu membajaknya dari
perusahaan lain (”headhunting” dan “hijacking”). Semua, tentu, dengan biaya
yang tidak sedikit bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga manajer tersebut.
Usaha yang kompleks dan
tidak murah ini belum juga menjamin kesesuaian antara calon pegawai dengan
jabatan yang bakal diisinya. Ketidakcocokan bisa karena ternyata si calon itu
tidak memenuhi sejumlah syarat kerja, atau malah si calon itu sendiri yang —
setelah ia tahu lebih banyak mengenai pekerjaannya — merasa kurang pas dengan
kedudukan barunya.
Bila ini keadaannya, maka
dapat diperkirakan bahwa cepat atau lambat si pegawai itu akan “mental” atau
hengkang dari tempat kerja. Hal yang amat merugikan perusahaan sekiranya
pegawai tersebut sebenarnya termasuk pekerja yang baik dan penuh potensi.
Membuat Betah Gaji tinggi,
fasilitas lengkap, sertajabatan/ke-dudukan yang jelas tak selalu menjamin
betahnya seorang pegawai, apalagi untuk tingkat ma¬najerial ke atas. Sebagai
orang baru, hal-hal itu tentu menjadi pertimbangan, namun, selang beberapa
waktu, tentu ada hal-hal lain yang bakal dicarinya.
Upaya untuk membuat
pegawai baru betah, apalagi bila diketahui ia tipe yang penuh inisiatif,
eneriik, dan ogah rutinitas, harusnya dimulai sejak awal, kala ia baru masuk.
Pada bulan pertama diperkenalkan kepada lingkungan kerjanya serta
tugas-tugasnya secara spesifik. Bersamaan dengan itu pula sang pegawai baru di-expose
pada budaya perusahaan, yakni pola perilaku segenap warga perusahaan yang
mencerminkan sistem nilai yang dianut perusahaan.
Untuk para manajer baru
yang tugasnya ber-hubungan dengan banyak unit lain dalam per¬usahaan, maka ada
baiknya ia pun mengenali fungsi dan tugas unit-unit itu. Beberapa perusahaan
besar bahkan mengharuskan para manajer tersebut untuk mengikuti hands-on
training di beberapa unit yang relevan. Ini pengalaman yang penting mengingat
bahwa dalam tugasnya kelak sang manajer bakal berhubungan banyak dengan
unit-unit tersebut sehingga perlu memahami pola kerjanya sedetail mungkin.
(Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang HR Management dan
Career Planning, silakan KLIK DISINI ).
Dalam proses ini, yang
bisa saja berlangsung sampai setahun, trainee yang bakal menduduki jabatan
eselon manajemen ini berinteraksi de¬ngan banyak pihak; dengan kalangan
pelaksana, penyelia, manajer, dan tak jarang pula dengan pimpinan perusahaan.
Kerapkali momen sosialisasi seperti ini menjadi faktoryang turut mendu-kung
kemajuan karir trainee tersebut.
Selain itu, pelatihan
dalam bidang organisasi, komunikasi, maupun bidang-bidang lain yang menunjang
ketrampilan manajemen, merupakan masukan berharga bagi calon manajer. Apa¬lagi
bila materi pelatihan disajikan oleh praktisi-praktisi yang mengenai betul
kondisi dan iklim kerja di perusahaan. Memang, sekali lagi, ini bentuk
perhatian pada calon-calon manajer yang harganya tentu mahal.
Tetapi ini harus dipandang
sebagai investasi perusahaan untuk memiliki jajaran manajer yang trampil,
mampu, dan punya wawasan yang sejalan dengan cita-cita dan falsafah perusahaan.
Dari sudut si calon manajer sendiri, ini merupakan perlakuan yang tentunya
memperkaya pengetahuan dan kemampuan individualnya, yang pada gilirannya bisa
berperan besar dalam menumbuhkan loyalitasnya pada perusahaan.
Ibarat bayi yang baru
lahir dan memasuki dunia baru, maka enam bulan pertama seorang pe¬gawai baru
adalah masa-masa kritis yang menentukan sikap dan pandangannya terhadap
perusahaan maupun pekerjaannya. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi
bagus tentang HR Management dan Career Planning, silakan KLIK DISINI ).
Betah dan Berprestasi Bagi
pegawai baru yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan manajerial, tentunya ada
harapan bahwa ia diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Percuma
mereka sekolah tinggi-tinggi (seringkali sampai tingkat MBA) bila kesempatan
itu tak kunjung tiba. Oleh karena itu, suatu kesalahan besar bila pada saat ia
masuk ia langsung diantar ke meja atau ruangannya, lantas didiamkan. Perusahaan
mungkin menganggap bahwa pasti pegawai baru itu akan segera bersibuk diri dalam
pekerjaan. Dugaan yang cenderung meleset karena siapa pun juga dan sehebat apa
pun orangnya butuh tuntunan dalam orientasi pekerjaan. Lantas ia butuh
kesempatan untuk mempraktekkan sega-la pengetahuan sekolahnya secara konkrit di
tempat kerja.
Hal lain yang dapat
membuat “orang baru” dalam perusahaan semakin betah adalah apabila dalam
bulan-bulan pertama ia sudah dilibatkan dalam beberapa persoalan perusahaan
yang cukup penting. Ini kesempatan pula baginya untuk menyumbangkan pikirannya
dalam rangka pemecahan masalah. Syukur-syukur bila sumbang sarannya benar-benar
diperhatikan dan — kalau memang itu usul yang pantas — diterapkan. Secara
psikologis hal ini dapat diterangkan sebagai proses daur pengalaman yang
menguatkan perilaku tertentu yang dikehendaki. Dalam proses seperti ini,
urutan-urutan kejadian adalah sebagai berikut:
• ada pegawai baru dalam
perusahaan, • sebagai orang baru ia akan mengacu pada atasannya dalam
perusahaan, • bila atasan atau pimpinan perusahaan itu memberi kesempatan
padanya untuk berpe-ran aktif dalam suatu pemecahan persoalan, maka, • pegawai
baru tersebut akan memperoleh rasa puas yang sifatnya menguatkan keputusan-nya
semula untuk masuk dalam perusahaan.
Untuk menciptakan kondisi
kerja seperti itu, maka perusahaan sebenarnya dapat merancangnya sejak awal.
Selain tugas-tugas yang relatif rutin yang dibebankan pada manajer baru
tersebut, maka dapat pula disisipkan beberapa tugas lain yang sifatnya khusus.
Misalnya, ia si manajer baru dapat dimasukkan ke dalam sua¬tu tim yang
menangani proyek tertentu. Tentunya tugas-tugas khusus yang diberikan itu harus
sesuai dengan bidang keahliannya. Selain itu, tingkat kesulitan yang dihadapi
dalam tugasnya hendaknya proporsional dengan statusnya seba¬gai orang baru.
Jangan sampai orang baru ini mendapat “daging yang terlalu besar dan alot baginya
untuk dikunyah”.
Banyak pula perusahaan
yang menggunakan sistem mentor dalam program orientasi tenaga manajerial baru.
Yang biasa dikaryakan untuk tugas mentor ini adalah para eksekutif senior. Cara
ini memungkinkan manajer baru untuk lebih cepat mengenal medan. la pun akan
menyerap informasi-informasi (dan “trick-trick”) dalam tugasnya yang mungkin
tak bisa diperoleh melalui pola orientasi lain. Mentor akan memberi tahu
titik-titik bahaya yang perlu dihindari, kesempatan-kesempatan mana yang bakal
muncul dan dimanfaatkan, serta 100 hal-hal lain (kecil maupun besar) yang bisa
membuat manajer baru lebih efektif lebih cepat.
Yang penting, si mentor
memberi informasi tidak berdasarkan kerangka teoritis belaka tetapi sudah
dicampurnya dengan unsur pengalaman dan kebijaksanaan yang diperoleh melalui
proses kerja bertahun-tahun.
Tentunya perusahaan harus
selektif dalam memilih mentor. Gunakan eksekutif-eksekutif atau tenaga senior
lainnya yang benar-benar kompeten dan punya keinginan untuk membimbing tunas
baru. Ini penting karena yang ditangani adalah kader-kader calon penerus
perusahaan. Sikap dan cara kerja yang akan tumbuh pada mereka bisa banyak
ditentukan oleh pengalaman dini yang dilewati semasa di bawah pengawasan dan
bimbingan mentor.
Penting pula bagi manajer
baru yang sedang dalam masa orientasi seperti di atas untuk memperoleh umpan
balik yang cukup. Performance appraisal (penilaian karya) terhadap aktivitas
kerjanya tiap 3 bulan selama satu atau dua tahun dinilai banyak ahli perusahaan
sebagai tidak berlebihan. Tak perlu terlalu repot melaksanakan ini, cukup satu
session tatap muka untuk mengutarakan apa yang telah dilakukan selama ini, mana
yang dianggap benar atau efektif, mana yang kurang tepat, dan kira-kira apa
yang bakal dihadapinya dalam waktu yang akan datang.
Memang, tampaknya cukup
rumit untuk mengurusi orang yang baru memasuki sebuah perusahaan. Tetapi bila
ini menyangkut tenaga yang dipandang penting oleh perusahaan (”bintang”
begitu), maka mau tak mau upaya ini harus ditelusuri. Betapa tidak. Dalam
suasana kompetitif seperti sekarang, Tenaga kerja yang baik pada dasarnya tak
bisa dibeli; paling-paling hanya bisa “disewa” beberapa tahun saja. Oleh karena
itu penting menumbuhkan rasa betah dan loyal pada dirinya, agar penyewaan
terha-dapnya berlangsung terus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar